Bagi teman-teman yang sering bepergian menjelajahi kota atau negara lain, pasti sering mengalami kejadian-kejadian tidak terduga. Ada yang menyenangkan, ada yang menyedihkan. Aku pernah beberapa kali berada di tengah konflik negara saat sedang travelling.
Saat mengalami kejadian tersebut, aku sangat khawatir dengan apa yang harus dilakukan walaupun akhirnya bisa melihatnya sebagai pengalaman berharga untuk diceritakan kembali. Aku banyak berbagi cerita mengenai bagaimana bisa berhasil keluar dari situasi tersebut dengan selamat dan kembali ke tanah air Indonesia.
Beberapa teman juga berkata, “beruntung banget sih bisa ngalamin kejadian itu.” Saat ada teman yang berkata, “seru banget sih, Cil, pengen deh tukeran tempat”, selalu kujawab, “Wah jangan deh, aku saja bersyukur banget bisa kembali ke tanah air.”
Sulit rasanya membayangkan kembali ke pengalaman-pengalaman itu tanpa kurang suatu apa pun dan tidak mengalami hal yang benar-benar merugikanku selama terjadi konflik di negara tersebut. Inginku, setiap bepergian selalu aman dan damai ke mana pun.
Namun, kalimat teman-teman tersebut menyadarkanku ternyata cerita ini menarik untuk diceritakan kembali. Mari kita kembali ke 2016. Kuceritakan salah satu kondisi ketika aku terjebak konflik Turki.
Malam itu, 28 Juni 2016, tiba-tiba banyak orang menghubungiku menanyakan apakah aku jadi berangkat esok pagi ke Istanbul. Mereka memintaku untuk menelepon ke maskapai serta bandara keberangkatan. Ternyata terjadi pengeboman di bandara Internasional Ataturk Istanbul.
Seketika itu juga seluruh penerbangan dihentikan dan bandara ditutup hingga waktu yang belum ditentukan. Kala itu aku bepergian seorang diri. Tujuan terakhirku sebelum terbang ke Turki adalah Roma, Italia. Semalaman aku tidak bisa tidur karena terlalu khawatir bagaimana nasib esok hari.
Jika tidak bisa terbang ke Turki, aku bingung yang harus dilakukan di Italia. Visa Schengenku akan habis masa berlakunya bertepatan dengan hari keberangkatan ke Turki. Karena tidak punya banyak opsi sehubungan dengan masa berakhirnya visa, 29 Juni 2016 pagi aku memutuskan untuk tetap ke bandara apapun yang terjadi.
Tentu dengan asumsi aku punya asuransi perjalanan pikirku, yang bisa menggantikan tiket-tiket pesawat. Sungguh ingin sekali aku melihat Turki dan semoga alam semesta menginzinkan. Berbekal harapan besar, berangkatlah aku ke bandara.
Asteriska: PENGALAMAN DI TENGAH KONFLIK SAAT TRAVELLING. credit: Asteriska's Private Doc
Dewi keberuntungan berpihak padaku. Tidak perlu terlalu lama menunggu dan kebingungan seorang diri di bandara Leonardo da Vinci – Fiumicino, maskapai penerbangan mengumumkan bahwa para penumpang yang menuju Istanbul tetap diberangkatkan.
Namun, tetap akan transit di Beograd (Belgrade), Serbia dan menginap untuk sementara waktu hingga bandara Istanbul dinyatakan aman. Segala penginapan dan makan ditanggung oleh pihak maskapai. Visa pun tidak dibutuhkan karena seluruh penumpang adalah tanggung jawab maskapai. Wah, pikirku, kapan lagi ke Serbia yang belum masuk dalam list travelingku selama ini. Aku pun menikmati destinasi tidak terduga tersebut.
Hari telah berganti saat maskapai memastikan bahwa bandara Ataturk Istanbul telah dibuka kembali. Setelah mendarat di Turki, suasana bandara terasa normal. Mungkin karena pengeboman terjadi di bagian keberangkatan alih-alih kedatangan.
Asteriska: PENGALAMAN DI TENGAH KONFLIK SAAT TRAVELLING. credit: Asteriska's Private Doc
Teringat kata orangtuaku, begitu mendarat langsung saja menuju rumah teman agar aman. Aku pun melaju menggunakan metro train menjauh dari bandara. Turki, akhirnya aku berkesempatan untuk melihat dan merasakanmu. Semoga tidak terjadi lagi hal-hal yang mengerikan.
Ternyata yang dikhawatirkan terjadi. Beberapa hari sebelum kepulanganku ke Indonesia, di dalam perjalanan dari Izmir menggunakan bus malam menuju Istanbul, teman di Istanbul menelepon untuk mengatakan bahwa lebih baik langsung terbang sekarang juga ke Indonesia dari bandara terdekat.
Tampaknya sulit sebab bus ini telah menuju Istanbul. Kemudian teman itu berkata lagi agar jangan bertamu karena terjadi baku tembak tepat di depan jalanan gang rumahnya. Jika aku sudah sampai di Istanbul, ia memintaku untuk tinggal di hotel terdekat dengan terminal bus agar selamat. Telepon genggam milik beberapa orang di bus ikut berbunyi.
Asteriska: PENGALAMAN DI TENGAH KONFLIK SAAT TRAVELLING. credit: Asteriska's Private Doc
Suara-suara panik mulai terdengar meskipun dengan bahasa yang tidak kumengerti. Tetap saja aku bisa merasakan kekhawatiran yang besar dari suara mereka. Terjadi kudeta di Istanbul sehingga jalur darat akses keluar masuk Istanbul ditutup. Lalu ke manakah bus ini harus melaju? Apa yang akan terjadi dalam perjalanan ini?
Terdengar salah seorang ibu menangis di dalam bus. Aku tidak berani bertanya. Tak berdaya, aku pun menahan tangis. Baru kali ini aku ingin sekali lekas pulang ke Tanah Air dan berkumpul dengan keluarga. Setelah menjawab seluruh telepon dan chat yang penuh kekhawatiran, aku pun berusaha untuk terlelap.
Asteriska: PENGALAMAN DI TENGAH KONFLIK SAAT TRAVELLING. credit: Asteriska's Private Doc
Pagi itu terlihat masih terkendali ketika kubuka mata. Bus yang kutumpangi berhenti bersama ratusan mobil lainnya di jalan tol menunggu akses masuk ke Istanbul dibuka. Berbekal minuman dan kudapan seadanya, orang-orang mencoba bertahan. Mereka terlihat berjalan keluar mobil sembari mengusir bosan. Ada juga yang berjalan jauh untuk mencapai bangunan di pinggir jalan tol untuk sekadar menggunakan kamar mandi.
Asteriska: PENGALAMAN DI TENGAH KONFLIK SAAT TRAVELLING. credit: Asteriska's Private Doc
Berjam-jam kami bertahan dengan air dan bekal seadanya. Akhirnya, saat tengah hari, jalan menuju Istambul dibuka dan kami diizinkan meneruskan perjalanan. Terlihat banyak tank di sepanjang jalan. Dalam hitungan jam, pemerintah Turki berhasil mengambil alih situasi dan mengamankan kota.
Aku bersyukur keadaan tenang dan aman sesampainya di Istanbul sehingga bisa berlindung di rumah teman tanpa mengalami hal-hal yang mengerikan. Aku juga tidak perlu mengubah jadwal penerbangan karena keadaan aman terkendali walaupun Istanbul tampak lebih sepi dari biasanya.
Sampai saat ini, walaupun aku sering bepergian sendiri dan banyak mengalami kejadian tidak terduga, aku bersyukur belum pernah merasa jera. Sejauh ini banyak orang yang selalu membantuku.
Cara berkomunikasi yang baik dan tenang adalah hal yang sangat penting dalam segala situasi, terutama saat terjadi hal-hal yang tidak terduga. Ketika kita panik, terkadang jadi sulit memikirkan jalan keluar yang dibutuhkan. Berkomunikasi dengan baik juga menjadi kunci agar kita mengerti situasi yang terjadi.
Sudah sepatutnya untuk berlaku sopan dan peka kepada orang-orang yang dapat kita tanyai. Jika kita berkomunikasi secara sopan, banyak orang membantu. Bahasa memang terkadang jadi hambatan. Namun, dalam situasi genting, orang dapat menangkap bahasa tubuh dan bahasa yang ala kadarnya asalkan kita memang mau berusaha berkomunikasi dan tetap tenang.
Ketika bepergian sendiri, internet dan powerbank dapat membantu kita bertahan untuk mencari jalan keluar. Jangan lupa juga untuk memiliki asuransi perjalanan karena lebih baik berjaga-jaga sehingga tidak kesulitan di kemudian hari.
Semoga ceritaku ini dapat menjadi pelajaran buat teman-teman yang ingin bepergian sendiri. Kita harus selalu penuh persiapan untuk menghadapi semua situasi yang ada. Harapanku tidak ada lagi konflik agar dunia selalu damai dan tiap manusia bisa saling memahami satu sama lain.
ARTICLE TERKINI
0 Comments
Daftar dan Dapatkan Point Reward dari Superlive
Please choose one of our links :